- bebas mendirikan organisasi tanpa harus meminta persetujuan dari institusi publik yang ada; tidak adanya larangan untuk mendirikan lebih dari satu organisasi di satu perusahaan, atau institusi publik, atau berdasarkan pekerjaan, atau cabang-cabang dan kegiatan tertentu ataupun serikat pekerja nasional untuk tiap sektor yang ada;
- bebas bergabung dengan organisasi yang diinginkan tanpa mengajukan permohonan terlebih dahulu;
- bebas mengembangkan hak-hak tersebut diatas tanpa pengecualian apapun, dikarenakan pekerjaan, jenis kelamin, suku, kepercayaan, kebangsaan dan keyakinan politik.
Konvensi ILO No. 87 ini juga menjamin
perlindungan bagi organisasi yang dibentuk oleh pekerja ataupun
pengusaha, sehingga tanpa adanya campur tangan dari institusi publik,
mereka dapat, pasal 3 (1) Organisasi pekerja dan pengusaha berhak untuk
membuat anggaran dasar dan peraturan-peraturan, secara bebas memilih
wakil-wakilnya, mengelola administrasi dan aktifitas, dan merumuskan
program. (2) Penguasa yang berwenang harus mencegah adanya campur tangan
yang dapat membatasi hak-hak ini atau menghambat praktek-praktek hukum
yang berlaku.
- bebas menjalankan fungsi mereka, termasuk untuk melakukan negosiasi dan perlindungan akan kepentingan-kepentingan pekerja;
- menjalankan AD/ART dan aturan lainnya, memilih perwakilan mereka, mengatur dan melaksanakan berbagai program aktifitasnya;
- mandiri secara finansial dan memiliki perlindungan atas aset-aset dan kepemilikan mereka;
- bebas dari ancaman pemecatan dan skorsing tanpa proses hukum yang jelas atau mendapatkan kesempatan untuk mengadukan ke badan hukum yang independen dan tidak berpihak;
- bebas mendirikan dan bergabung dengan federasi ataupun konfederasi sesuai dengan pilihan mereka, bebas pula untuk berafiliasi dengan organisasi pekerja/pengusaha internasional. Bersamaan itu, kebebasan yang dimiliki federasi dan konfederasi ini juga dilindungi, sama halnya dengan jaminan yang diberikan kepada organisasi pekerja dan pengusaha. Pasal 5 “Organisasi pekerja dan pengusaha berhak untuk mendirikan dan bergabung dengan federasi-federasi dan konfederasi-konfederasi dan organisasi sejenis, dan setiap federasi atau konfederasi tersebut berhak untuk berafiliasi dengan organisasi-organisasi pekerja dan pengusaha internasional”.
Konvensi ILO 87 juga MENYEBUTKAN SECARA
TIDAK TEGAS MENGENAI HAK MOGOK, DALAM PASAL 3 AYAT 1: organisasi pekerja
dan organisasi pengusaha berhak menyusun AD/ART mereka, memilih
wakil-wakil mereka dengan kebebasan penuh, menyelenggarkan administrasi
dan kegiatan mereka serta menyusun program mereka” dan ditegaskan lagi
pada pasal 10: mendorong dan membela kepentingan pekerja”. Hak mogok
adalah hak fundamental bagi pekerja dan organisasi-organisasi mereka
sebagai maksud untuk mempromosikan dan membela kepentingan ekonomi dan
sosial mereka secara syah. Tetapi mogok adalah usaha akhir dari serikat
pekerja setelah usaha-usaha yang bersifat kooperatif atau melalui meja
perundingan tidak dapat dicapai kesepakatan.
Implementasi dari konvensi itu juga
memastikan bahwa pegawai negeri dan pegawai BUMN/BUMD memiliki hak untuk
kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi. Sejalan dengan
ratifikasi Konvensi ILO tersebut pemerintah Indonesia mengesahkan UU
No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Undang-undang ini
menjamin:
- hak pekerja untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja (Pasal 5 ayat 1: setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh)
- hak serikat pekerja untuk melindungi, membela dan meningkatkan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya; dan
- perlindungan terhadap pekerja dari tindakkan diskriminatif dan intervensi serikat pekerja (pasal 28 ” siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerj/serikat buruh dengan cara: (a) melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; (b) tidak dibayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; (c) melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; (d) melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh. Pasal ini dikuatkan melalui pasal 43 bilamana melanggar pasal 28 “….dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,0 (seratus juta) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta).
Dikutip dari : http://unionism.wordpress.com